APA BOLEH NIAT PUASA RAMADHAN HANYA SEKALI UNTUK SATU BULAN???

Oleh : Syeh. Tgk. H. Ruslan Ben Tgk.Adnan (Ketua Lasykar Pencinta Yatim Gampong Keutapang)
BOLEHKAH NIAT PUASA RAMADHAN SEKALI UNTUK SEBULAN ATAU MESTI NIAT SETIAP MALAM?
Baru-baru ini sering kita dengar dan baca dimedia sosial tentang niat puasa Ramadhan sekali niat untuk seluruh hari-harinya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjelaskan cara niat tersebut lengkap dengan lafaznya, yang kemudian terlintas dalam pikiran sebagian orang bahwa niat puasa cukup sekali saja pada malam awal ramadhan untuk seluruh hari-hari berikutnya, sehingga tidak dianggap bermasalah jika pada malam berikutnya tidak diniatkan pada malam hari karena lupa misalnya, atau bahkan disengaja. Disisi lain, banyak orang yang berusaha agar tidak lupa niat pada malam hari, malahan sampai ditulis didekat meja makan "Jangan lupa niat puasa". Lalu sebagian yang lain terus bertanya-tanya dalam benaknya "bagaimana sebenarnya hal tersebut, apa boleh dengan sekali niat untuk sebulan atau mesti niat pada setiap malam? Disini kami mencoba menanggapi hal tersebut dengan memberi sedikit pandangan berupa kutipan dari kitab I'anatut Thalibin karya Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha at-Dimyathi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sayyid Bakri. Disana beliau menyebut, diantara syarat niat puasa fardhu seperti Ramadhan, nazar dan kafarah adalah Tabyit (niat pada malam hari), yaitu semenjak dari terbenam matahari sampai keluar fajar. Dan itu mesti dilakukan setiap malamnya dalam sebulan. Berbeda dengan puasa sunnah, maka boleh niat selama belum tergelincir matahari (waktu zhuhur). Syaikh Zainuddin al-Malibari menambahkan, jika diniat pada malam pertama awal bulan Ramadhan untuk puasa sebulan dengan sekali niat, niatnya itu tidak berfungsi kecuali hanya untuk hari pertama saja. Adapun pernyataan Syaikhuna Ibnu Hajar al-Haytami yang mengatakan sepatutnya niat tersebut dilakukan pada awal ramadhan agar ia mendapatkan puasa pada hari yang pada malamnya ia lupa niat adalah merujuk pada mazhab imam Malik. Beliau melanjutkan, hal tersebut dibolehkan bila pelakunya bertaqlid pada mazhab Imam Malik. Jika tidak, maka ia telah melakukan sesuatu mafsadah dalam keyakinannya. Naah.. Bicara tentang taqlid, tentunya harus sesuai dengan aturan-aturan taqlid barulah diperbolehkan. Seperti yang tersebut dalam Fatawa Syaikhina Ibnu Hajar bahwa, barangsiapa yang mengikuti seorang imam pada satu masalah maka wajib baginya mengikuti kehendaki mazhab imam tersebut pada sekalian hal yang berkaitan dengan masalah tersebut, contohnya seseorang menyimpang dari menghadap ain ka'bah dan ia shalat menghadap arah ka'bah atas dasar mengikuti imam Abi Hanifah, maka wajib baginya pada wudhuk menyapu kepala kadar ubun-ubun dan tidak boleh keluar darah dan semisalnya dari badan setelah berwudhuk, jika tidak maka sepakat dua mazhab mengatakan shalatnya batal. Begitu juga halnya niat puasa ramadhan, bila niat sekali saja pada awal malam ramadhan untuk puasa sebulan karena bertaqlid pada mazhab imam Malik, tentunya harus mengikuti aturan-aturan puasa dalam mazhab tersebut. Kalau memang faham mazhab tersebut ya boleh-boleh saja, tapi masalahnya jangankan paham banyak mazhab, aturan-aturan dalam mazhab imam Syafi'i saja belum seluruhnya dikuasai. Maka pandai-pandailah pada perkara tersebut. والله أعلم بالصواب

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama